Quantcast
Channel: SWA.co.id – Berita bisnis terkini, Diaspora Indonesia, Business Champions, dilengkapi dengan strategi dan praktek bisnis, manajemen, pemasaran, entrepreneur, teknologi informasi, keuangan, investasi, GCG, CSR, profil dan gaya hidup eksekutif.
Viewing all articles
Browse latest Browse all 483

Mandy Madeline P. Hartono Menjadi “Ibu” Para Start-up

$
0
0

Ada yang berubah dari Purwadhika Nusantara. Institusi pendidikan yang dibesut pada 1987 oleh Purwa Hartono ini bergeser fokus haluan. Berganti “baju” menjadi Purwadhika IT Entrepreneur School, fokus lembaga ini adalah mempertajam konsep pendidikan di bidang enjiniring software dengan mengawinkan sertifikasi Microsoft dan kewirausahaan dalam kurikulum pendidikannya. Tujuannya untuk melahirkan tenaga kerja di bidang teknologi informasi (TI) yang siap pakai. Lembaga pelopor pendidikan berbasis cloud computing di Indonesia ini membagi beberapa konsentrasi pendidikan: cloud computing for business, cloud computing for game, cloud computing for mobile, dan cloud computing for robot.

Mandy Madeline P. Hartono

Mandy Purwo Hartono Marketing Manager Purwadhika IT intrepreneur School

Ada program pendidikan satu tahun yang dinamakan IT Startup in Software Engineering yang fokus di teknologi cloud, mobile, dan IoT computing dengan tujuan akhir para peserta akan terjun langsung dalam proyek riil dan membangun perusahaan sendiri. Tak hanya itu, para peserta juga dilengkapi sertifikasi dari Microsoft yaitu MCSD di bidang Programming and Developing ASP.NET yang diakui dunia sehingga para lulusan program ini menjadi tenaga ahli yang dapat bersaing di tingkat global. “Benefit program ini adalah di akhir program, semua peserta akan memiliki their own start-up dan terjun ke proyek riil, yaitu membuat aplikasi software untuk B2B ataupun B2C. Dan tentunya mereka akan memiliki sertifikasi dari Microsoft,” papar Mandy Madeline P. Hartono, anak sulung Purwa Hartono.

Adalah Mandy yang memoles wajah Purwadhika seperti saat ini. Dengan menyasar peserta program minimal lulusan SMA, mahasiswa dan profesional yang sudah bekerja, program ini menyediakan tiga pilihan jadwal untuk mengakomodasi jadwal aktivitas para pesertanya yang berbeda-beda. “Pertemuannya hanya dua kali seminggu, tetapi materinya memang padat dan cukup berat. Para peserta juga tetap bisa menjalani aktivitas utama mereka,” tutur kelahiran Jakarta 15 Januari 1988 ini.

Diakuinya, terobosan yang dilakukan sejak tahun lalu tersebut berangkat dari keinginan untuk memanfaatkan peluang dan potensi aplikasi software yang berkembang pesat seiring semakin tingginya penjualan mobile device yaitu smartphone. “Kini hampir setiap orang, apalagi masyarakat kota, pasti memiliki setidaknya satu device smartphone yang mereka bawa ke mana pun untuk mencari informasi, main game, ataupun get connected dengan media sosial,” paparnya.

Mandy menambahkan, jutaan aplikasi software bisa diunduh dengan begitu mudah di berbagai application store, seperti App Store, Play Store dan Windows Store. Namun, ia menyayangkan, aplikasi software dari Indonesia masih terbilang sangat kurang dibanding pasar asing. Aplikasi yang terkenal seperti Facebook, Twitter, Line, Candy Crush, Instagram dan Path adalah buatan luar negeri, dan Indonesia menjadi salah satu negara yang penduduknya pengguna terbesar aplikasi tersebut. “Sayang sekali kalau kita hanya menjadi negara konsumen dan tidak menjadi negara produsen. Padahal, kesempatan yang kita miliki sama. Seharusnya kita juga bisa menjadi negara pembuat aplikasi software yang terkenal di pasar asing,” ungkap putri satu-satunya dari empat bersaudara ini.

Untuk melahirkan tenaga ahli berkualitas yang mampu membuat aplikasi software berkualitas, menurut dia, pendidikan – baik formal maupun nonformal – berperan sangat besar. Dan, kurikulumnya tak bisa lagi mengacu pada teori saja. Apalagi di bidang teknologi yang begitu dinamis, pendidikannya pun harus dinamis mengikuti perkembangan yang ada. “Pendidikan yang mengacu pada kewirausahaan dan praktik langsung akan mempunyai keunggulan tersendiri,” ungkapnya. Dengan pendidikan yang mengarah ke dunia kewirausahaan, tambahnya, bukan saja berdampak pada peningkatan jumlah wirausaha, tetapi juga lapangan pekerjaan.

Obsesi itulah yang membawa langkah Mandy ke Purwadhika, bergabung dengan sang ayah, pada 2011. “Ini pilihan saya. Karena saya juga punya passion yang sama dengan ayah saya di bidang pendidikan teknologi informasi,” tutur dara pehobi bermain musik, menyanyi, serta melahap buku tentang teknologi dan pemasaran ini. Bersama sang ayah, ia lantas fokus melahirkan start-up TI melalui program pendidikan yang ditawarkan Purwadhika. “Saya mencoba sedemikian rupa agar memberikan pelajaran yang tidak hanya bicara soal teori, tetapi para siswa digembleng langsung untuk mengerjakan proyek riil dan memiliki real income bahkan sewaktu masih dalam proses belajar,” ungkapnya.

Melalui program IT Startup in Software Engineering with Microsoft Certification ini, ambisinya adalah melahirkan wirausaha aplikasi software dari Indonesia yang dapat dibanggakan dunia, seperti slogannya We Build IT Startup. Program ini memiliki durasi 10 bulan belajar, dua bulan ujian Microsoft Certification, dan 6 bulan berikutnya membentuk perusahaan start-up sendiri.

Menurut dia, respons masyarakat terhadap program satu tahun ini sangat positif. “Ternyata banyak yang memang berniat menjadi wirausaha TI. Kebanyakan dari mereka ingin membuat produk aplikasi baik mobile maupun web,” ujar Mandy yang menempati pos Direktur Pemasaran. Selain menggenjot program satu tahun untuk start-up, ia juga tengah menggeber kursus singkat satu hari untuk siswa SMP dan SMA dalam pembuatan aplikasi game. “Kami buka setiap akhir pekan dan ternyata peminatnya lumayan banyak.”

Saat ini Purwadhika IT Entrepreneur School telah memiliki 7 start-up dengan portofolio klien seperti CIMB Niaga, Puyo Dessert, Sour Sally, Tony Moly dan klien besar lainnya. Start-up ini masih fokus pada produk B2B. Menurutnya, omset start-up tersebut berkisar Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar. “Saya yakin, ke depan akan lebih banyak lagi start-up yang didirikan melalui Purwadhika IT Entrepreneur School,” katanya. Targetnya, setahun ke depan bisa melahirkan 10 start-up. “Produk start-up yang kami kerjakan adalah aplikasi mobile game, digital sales kit dan software untuk kebutuhan bisnis,” katanya.

Saya berencana membuat start-up incubation ini tidak hanya berpusat di satu lokasi,” ungkapnya. Saat ini kampus Purwadhika baru ada satu di Alam Sutera, Serpong. Mandy berencana segera membuka cabang, tidak hanya di Jakarta tetapi juga merambah luar kota. “Saya berharap start-up dari Purwadhika juga akan banyak melahirkan program aplikasi yang nantinya mendapatkan pendanaan dari investor,” ucapnya.

 

Henni T. Soelaeman

The post Mandy Madeline P. Hartono Menjadi “Ibu” Para Start-up appeared first on Majalah SWA Online.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 483

Trending Articles